Sabtu, 01 Mei 2010

Bukan Lagi Saatnya Perguruan Tinggi Mencetak Lulusan Profesional yang Siap Kerja

. Sabtu, 01 Mei 2010
2 komentar

Lowongan pekerjaan adalah salah satu top searching bagi para lulusan perguruan tinggi. Banyak lulusan perguruan tinggi berlomba-lomba mencari pekerjaan untuk kehidupan mereka selanjutnya. Mondar-mandir membawa ijazah, keluar masuk perusahaan mendaftar pekerjaan. Apa yang sebenarnya terjadi sehingga lowongan pekerjaan menjadi primadona dalam pencarian mereka?


Mahasiswa dididik dengan sangat baik untuk menjadi seorang tenaga profesional, tentunya dengan jiwa seorang pekerja ikut mengalir dalam tubuhnya. Dengan modal keahlian yang mereka miliki, mereka berharap bisa meraih kesuksesan yang mereka inginkan. Tetapi, hal itu dapat terwujud jika mereka menemukan tempat penyaluran yang tepat dengan bidangnya. Di tengah persaingan mendapatkan pekerjaan yang ketat seperti sekarang ini, mereka seperti tidak punya pilihan di mana tujuan mereka selanjutnya. Mondar-mandir ke sana ke mari membawa ijazah, keluar masuk perusahaan mencari pekerjaan. Ketika tidak adanya lowongan pekerjaan yang cocok dengan bidangnya, mereka rela dipekerjakan di manapun asalkan mendapatkan pekerjaan. Lebih parahnya lagi jika tidak menemukan pekerjaan mereka lebih memilih nganggur. Memang itulah yang terjadi jika mahasiswa dididik menjadi seorang pekerja selama kuliah di kampusnya, sangat tergantung pada ada tidaknya lowongan pekerjaan.


Apakah seperti itu kehidupan yang diinginkan oleh para calon lulusan perguruan tinggi yang sekarang sedang duduk di bangku kuliah yang belajar, ujian, dan berorganisasi menjadi santapan kesehariannya di kampus. Di mana nilai yang dibangga-banggakannya menjadi tidak ada nilainya di dunia pekerjaan nanti. Ijazah yang didapatkannya dengan susah payah hanya akan menjadi barang murah yang bisa ditolak kapan saja oleh pemilik pekerjaan.


Perguruan tinggi harus cepat menyikapi persoalan ini. Sudah bukan saatnya visi perguruan tinggi adalah hanya mencetak tenaga kerja profesional yang siap kerja. Sudah saatnya perguruan tinggi menyiapkan para calon lulusannya menjadi seorang enterpreneur yang berjiwa layaknya seorang bos, seorang yang kreatif dan inovatif. Secara internal dalam kampus, transfer ilmu adalah hal yang pasti. Tetapi, ilmu yang diberikan akan menjadikan mahasiswa calon pekerja profesional. Boleh jadi dulu ketika lowongan pekerjaan masih banyak, persaingan belum terlalu ketat, dan kebutuhan tenaga kerja masih banyak, perguruan tinggi boleh berlomba-lomba mencetak para tenaga kerja professional, para lulusan yang siap kerja ketika mereka lulus dari bangku kuliah. Namun sekarang zamannya sudah berbeda. Ketika lowongan pekerjaan sudah semakin menipis, banyaknya lulusan yang dicetak setiap periodenya tidak sebanding dengan lowongan pekerjaan yang ditawarkan, persaingan mendapatkan pekerjaan menjadi semakin ketat, dan tuntutan persaingan ekonomi yang sudah mencapai tingkat global, sudah kurang bijaksana lagi jika perguruan tinggi hanya menyiapkan dan mencetak para lulusan yang siap kerja walaupun profesional. Sudah saatnya perguruan tinggi mengubah visinya dari mencetak tenaga kerja profesional menjadi mencetak para enterpreneur baru, bos-bos baru yang siap meramaikan kompetisi di Indonesia.


Boleh jadi sebenarnya ada jiwa seorang bos pada diri mahasiswa, hanya saja belum dapat diejawantahkan karena berbagai sebab. Tugas perguruan tinggilah untuk mencari bakat-bakat seperti itu kemudian mengolahnya menjadi wujud nyata yang dapat diaplikasikan.Beberapa hal bisa dilakukan oleh perguruan tinggi untuk mencetak lulusan yang berjiwa enterpreneur.


Pemberian stimulus modal untuk para mahasiswa yang ingin mencoba berwirausaha perlu dilakukan. Hal itu untuk memancing para mahasiswa yang berjiwa usaha untuk menyalurkan bakatnya. Pasti tidak sedikit mahasiswa yang memiliki ide kreatif dan inovatif yang bisa diolah menjadi tidak hanya berbentuk ide belaka. Untuk mengubah ide menjadi sesuatu yang nyata memang dibutuhkan biaya. Para mahasiswa butuh stimulus ini untuk melaksanakannya. Tetapi perlu diingat, kebanyakan mahasiswa adalah seperti anak sekolah lainnya, masih butuh biaya dari orang tuanya untuk berbagai keperluan kuliah dan hidup kesehariannya. Oleh karena itu, dalam pencairan stimulus ini perlu kebijakan yang baik misalnya tidak perlu jaminan yang besar untuk mahasiswa yang ingin mengambil stimulus ini atau mungkin bisa dibebaskan dari jaminan asalkan dengan manajemen yang baik. Dengan begitu, mahasiswa tidak akan takut dan merasa terbebani ketika mengambil stimulus ini untuk mewujudkan idenya.


Selain stimulus modal, para calon enterpreneur sukses ini juga perlu bimbingan. Bimbingan bisa berwujud pendampingan oleh para usahawan yang telah sukses yang ditunjuk oleh perguruan tinggi di tempatnya, bisa dari alumni atau lainnya. Bimbingan juga bisa berwujud seminar dengan mengundang orang yang telah benar-benar telah sukses menjadi enterpreneur sehingga diharapkan dapat memberikan motivasi dan wawasan yang lebih luas untuk masa depan usaha mereka.


Jaringan alumni menjadi salah satu faktor penting untuk menjadikan para lulusan menjadi enterpreneur sukses. Alumni dapat dijadikan sebagai pembimbing setelah lulusan keluar dari perguruan tinggi. Rasa satu almamater dapat digunakan sebagai pengikat antar mereka. Sehingga perlu diciptakannya para alumni yang loyal pada almamaternya.


Selain itu, tetap harus ada tanggung jawab perguruan tinggi terhadap para lulusannya, yaitu selalu memonitor dan mendata bagaimana kualitas para alumninya. Sehingga nantinya dapat digunakan sebagai penilaian dan pengambilan kebijakan.


Untuk itu, bagi semua perguruan tinggi, janganlah hanya menjanjikan untuk menjadikan lulusan yang siap kerja, ubahlah visi, dan kebijakan sehingga para lulusan yang dicetaknya tidak menjadi beban bagi siapapun. Perguruan tinggi terbaik adalah perguruan tinggi yang tidak menjadikan dirinya sebagai “sarang pengangguran terselubung”.

Klik disini untuk melanjutkan »»

Rabu, 17 Februari 2010

Indonesia: Negara sejuta senyuman

. Rabu, 17 Februari 2010
0 komentar

Berdasarkan hasil survey The Smiling Report 2009, Indonesia adalah negara paling murah senyum di dunia. Tidak tanggung-tanggung, skornya adalah 98%. Selain itu, untuk kategori salam Indonesia dinyatakan berada di posisi puncak sejajar dengan Hongkong dengan skor 98%.

Siapa juga yang tidak bangga mendapat gelar prestigious seperti ini. Indonesia mengalahkan banyak sekali negara untuk mendapatkan gelar ini, tidak terkecuali negara-negara maju. Hasil survey ini menguatkan posisi Indonesia sebagai Negara yang ramah, bangsa yang sarat sopan santun. Prestasi bernilai plus ini pasti akan meningkatkan image Indonesia, terutama di mata masyarakat dunia. Dengan begitu, segala pendapat negatif orang tentang Indonesia, akan terhapus dengannya.

Sifat orang Indonesia yang terkenal ramah memang benar adanya. Orang Indonesia memang selalu tersenyum bila bertemu dengan orang lain terutama orang yang baru dikenalnya. Jabat tangan yang hangat ketika bertemu memang menjadi salah satu sopan santun yang sudah mengakar dalam setiap warga Indonesia. Coba saja Anda buktikan. Terutama di bidang-bidang pelayanan publik, Anda akan menemukan keramahan di sana. Anda akan menemukan salam sapa yang ramah dan senyum menyambut kedatangan Anda.

Berbanggalah menjadi orang Indonesia. Walaupun di tengah keadaan Indonesia yang sedang “panas” karena berbagai permasalahannya, sifat orang Indonesia yang murah senyum dan sopan santun tidak hilang dari jiwa orang Indonesia dan masih bisa “mendinginkan” suasana. Terbukti, walaupun Indonesia sedang dilanda banyak krisis di berbagai bidang, Indonesia masih bisa mendapatkan gelar negara paling murah senyum di dunia.

Sifat orang Indonesia ini tidak didapat begitu saja, tidak dengan waktu yang singkat. Butuh proses untuk membuat Indonesia memiliki ciri khas seperti ini. Sifat yang membuat Indonesia mendapat gelar ini sudah diturunkan sejak zaman leluhur bangsa Indonesia. Warisan etika leluhur yang mulia ini telah turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Akibatnya, sifat ini menjadi tertanam dalam jiwa orang Indonesia. Dan karena konsistennya orang Indonesia memelihara sifat inilah Indonesia berhak mendapatkan gelar ini.

Hasil survey The Smiling Report 2009 juga menyebutkan negara paling tidak ramah senyum adalah Pakistan dengan skor 44% dan terendah untuk memberikan salam adalah Maroko dengan skor 48%. Berbeda jauh dengan Indonesia. Sifat orang Indonesia berbeda jauh dengan mereka. Tentunya Indonesia tidak mengharapkan hasil yang seperti itu.
Sudah sepatutnya Indonesia yang mendapat gelar ini segera berbenah diri untuk tetap mempertahankan gelar ini. Tidak hanya gelar yang dipertahankan, tetapi dengan tetap mengakarnya sifat ini dalam setiap warga Indonesia akan membuat indah dan nyaman di segala bidang sehingga tidak hanya Indonesia saja yang menikmatinya, tetapi juga masyarakat dunia lainnya yang merasakan keramahan orang Indonesai. Sebagai akibatnya, Indonesia akan tetap eksis dan diakui sehingga akan memberikan nilai plus tersendiri bagi Indonesia dan masyarakat dunia.

Itulah yang membuat aku bangga menjadi orang Indonesia. Negara dengan orang yang murah senyum dan sopan santun dalam kesehariannya.
Click http://mudaers.com untuk melihat berita-berita terbaru dari Kompas Muda.

Klik disini untuk melanjutkan »»

Selasa, 05 Januari 2010

Pertamina: Trendsetter Sumber Energi Terbarukan Ramah Lingkungan (antara wacana, harapan, dan tantangan)

. Selasa, 05 Januari 2010
1 komentar

Krisis lingkungan hidup yang menerpa dunia saat ini sedang gencar-gencarnya disuarakan. Mulai dari tingkat bawah sampai tingkat dunia seperti KTT Iklim. Ditambah lagi isu-isu berkurangnya cadangan minyak dunia. Ini memang isu yang memang membuat perbincangan banyak pihak.

Pertamina sebagai salah satu perusahaan energi di dunia, seharusnya tidak hanya menjadikan isu ini sebagai wacana saja. Pertamina harus segera mengambil tindakan cepat untuk menjawab isu ini.

Ada celah untuk Pertamina menguasai pasar dan menjadi trendsetter dengan adanya isu ini. Ketika perusahaan energi lain sibuk berburu lokasi sumber energi baru seperti ladang minyak, Pertamina jangan sampai terlalu cepat mengikuti mereka. Pertamina harus bisa membuat energi baru yang berbeda dari perusahaan lain. Ketika perusahaan lain berebut untuk mendapatkan sumber energi baru yang notabene tidak terbarukan, Pertamina harus mampu membuat produk sumber energi baru yang terbarukan dan ramah lingkungan di samping tetap memproduksi beberapa produk konvensional sampai sumber energi baru tersebut diakui oleh masyarakat baik dalam negeri maupun internasional.

Indonesia dengan segala kekayaan alamnya pasti sanggup untuk menopang Pertamina menjadi perusahaan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Lihat saja Brazil yang berhasil mengembangkan bioethanol untuk menggantikan bensin dengan memanfaatkan sari tebu. Beberapa tanaman yang mengandung gula dan pati seperti tebu, singkong, sagu, dan sorgum bisa digunakan sebagai bahan pembuatan ethanol. Sumbe energi alternatif ini patut dicoba dan dikembangkan mengingat bahan-bahan tersebut dapat dengan mudah tumbuh subur di Indonesia. Selain itu, di Indonesia dapat dengan mudah tumbuh subur kelapa sawit yang dapat diolah menjadi biosolar atau biodiesel sebagai pengganti solar konvensional. Mungkin sekarang masih banyak kekurangan, entah pada kualitas produk atau pada beberapa hal lain, tetapi Indonesia memiliki banyak sekali putra-putri cerdas dan kreatif yang siap mengubah segala kekurangan menjadi kelebihan.

Dengan slogannya “Kerja Keras adalah Energi Kita”, didukung oleh sumber daya alam (SDA) Indonesia yang kaya dan sumber daya manusia (SDM) anak bangsa yang tinggi, Pertamina pasti bisa menjadi trendsetter perusahaan energi terbarukan yang ramah lingkungan.

Klik disini untuk melanjutkan »»

Pertamina vs Krisis Energi

.
0 komentar

Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menyatakan, cadangan minyak bumi Indonesia saat ini semakin menipis dan terisa bagi pemanfaatan selama 23 tahun.
“Cadang batu bara di Indonesia tersisa untuk 146 tahun, cadangan gas untuk 62 tahun dan cadangan minyak bumi untuk 23 tahun,” kata Rachmat pada Seminar dan Sarasehan Nasional bertema “Mencari Solusi untuk Bangsa” di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB), Rabu [04/03] .

Meningkat jumlah penduduk terutama di dalam negeri berbanding lurus dengan konsumsi energi, termasuk minyak bumi dan hasil olahannya, baik oleh masyarakat maupun sektor industri. Pertamina sebagai salah satu penyedia energi dalam negeri sangat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Indonesia yang pada awalnya tergabung dalam negara pengekspor minyak, OPEC, sekarang menjadi negara pengimpor minyak. Beberapa waktu yang lalu, Pertamina ikut dalam lelang sumur minyak di Irak walaupun akhirnya Pertamina kalah tender dari perusahaan-perusahaan minyak lain. Apakah ini menunjukkan bahwa minyak bumi di tanah air ini memang akan segera habis?
Ini adalah keadaan yang harus disikapi dengan cepat dan tepat, mengingat krisis ini adalah krisis yang mendasar bagi kelangsungan berbagai aktivitas. Pertamina sebagai salah satu perusahaan penghasil energi Indonesia sangat diharapkan dapat menjawab tantangan ini.

Ketika sumber daya tak terbaharukan mulai berkurang, sumber daya terbaharukan adalah alternatif yang patut dipertimbangkan. Bahan Bakar Nabati (Biofuel) adalah sumber energi alternatif yang sekarang banyak diperbincangkan, mengingat Indonesia adalah negara yang mempunyai sumber daya alam yang dapat dikembangkan sebagai sumber energi alternatif. Tidak bisa dilupakan juga bahwa Indonesia memiliki putra-putri ber-SDM tinggi yang apabila dikombinasikan dengan SDA Indonesia yang kaya, akan memunculkan sumber energi baru sebagai pengganti.

Dengan memegang erat-erat dan menjalankan dengan sungguh-sungguh slogannya, “Kerja Keras adalah Energi Kita”, Pertamina pasti mampu menghadapi krisi ini, menciptakan sumber energi baru sebagai jawaban atas tantangan yang ada.

Klik disini untuk melanjutkan »»

Pertamina vs Perusahaan Minyak Asing

.
0 komentar

Di era pasar bebas sekarang ini, masuknya perusahaan minyak asing ke Indonesia merupakan hal yang tidak asing. Buktinya, sekarang, Shell dan Petronas sudah masuk ke Indonesia dan siap bersaing dengan Pertamina. Masuknya perusahaan minyak asing pasti mempunyai konsekuensi logis yang tak terhindarkan, “persaingan”, dan kenyataan itu harus dihadapi. Masuknya mereka ke Indonesia pasti tidak sembarang berani masuk, tetapi pasti sudah membawa strategi-strategi dan kelebihan-kelebihan mereka untuk bersaing dengan perusahaan minyak dalam negeri, Pertamina.


Untuk itu banyak hal yang harus dipersiapkan Pertamina untuk menghadapi persaingan ini. Dari kacamata blogger (sebagai seorang rakyat biasa) beberapa yang harus dipersiapkan untuk menghadapi persaingan adalah sbb:


Pelayanan

Di sektor retail seperti SPBU, kualitas pelayanan tidak bisa dipandang sebelah mata apalagi menjelang pasar bebas dunia yang semakin dekat. Konsumen pasti akan memilih kualitas pelayanan yang lebih memuaskan, apalagi akan ada banyak pilihan selain SPBU milik Pertamina. Untuk itu, harus ada langkah segera untuk mewujdkan pelayanan yang memuaskan. Salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing SPBU Pertamina adalah dengan memperbaiki standar fasilitas dan pelayanan yang tersedia di SPBU Pertamina, sesuai dengan konsep Pertamina Way, yang meliputi : (1) Staf yang terlatih dan bermotivasi : meliputi penampilan, pelayanan pelanggan, dan penanganan keluhan; (2) Jaminan kualitas dan kuantitas : jaminan ketepatan takaran dan mutu BBM yang dijual; (3) Pengetahuan produk : penawaran produk dan pelayanan tambahan yang selaras de-ngan strategi Pertamina; (4) Format fisik yang konsisten : tampilan visual yang sesuai dengan standar dan strategi Pertamina; (5) Peralatan yang terawat baik : perawatan, preventive mainte-nance, breakdown maintenance.

Agar paling tidak pelayanan SPBU bisa sejajar dengan SPBU asing seperti milik Shell dan Petronas, penerapkan 3S-PAS dalam pelayanan pelanggan harus digalakkan. 3S merupakan standar penampilan operator dalam menghadapi pelanggan, yaitu Senyum-Salam-Sapa. Sedangkan PAS adalah jaminan pelayanan operator saat melayani pelanggan, yaitu Pas Takaran, Pas Kembalian, dan Pas Layanan. Pas Takaran adalah ketepatan takaran dispenser saat mengisi BBM ke tangki kendaraan pelanggan, Pas Kembalian adalah ke-tepatan pemberian uang kembalian hingga pecahan Rp 100, dan Pas Layanan adalah jaminan bahwa pelanggan akan memperoleh pelayanan secara cepat dan tepat sesuai prosedur.

Untuk SPBU-SPBU yang dianggap kurang Customers Welcome, harus segera dibenahi. Sertifikat Pasti Pas!, sebagai jaminan kuantitas, kualitas dan layanan yang diberikan oleh SPBU Pertamina kepada pelanggan, sangat meningkatkan kepercayaan konsumen kepada SPBU tersebut (termasuk saya sebagai konsumen). Untuk tetap menjaga citra SPBU-SPBU tersebut harus segera dibenahi agar pelanggan tidak terlanjur tertarik dengan SPBU yang bukan milik Pertamina.


Iklan

Untuk bahan bakar, sepertinya Pertamina tidak perlu khawatir karena perbedaan yang sangat jauh jumlah pos-pos pengisisan bahan bakar seperti SPBU milik Pertamina dibanding milik perusahaan asing. Ditambah lagi, masih sangat eratnya image konsumen antara bahan bakar dengan Pertamina. Orang ingat bahan bakar pasti ingat Pertamina. Tetapi, untuk produk-produk selain bahan bakar seperti pelumas, Pertamina masih perlu kreatif dan inovasi. Persaingan dalam dunia iklan tampaknya mempengaruhi pandangan konsumen untuk menggunakan produk tersebut. Iklan menarik, menggunakan figur-figur ngetop, kata-kata yang memukau, akan menyita perhatian konsumen. Sebut saja Shell, perusahaan tesebut memilih Casey Stoner untuk meyakinkan konsumen untuk menggunakan produk pelumasnya. Image yang timbul pasti juga akan sangat baik mengingat Stoner adalah pembalap kelas dunia dan pernah menjadi juara dunia. Begitu juga Castrol yang menjadikan Cristiano Ronaldo sebagai bintang iklannya. Siapa sih yang nggak kenal!. Tidak diragukan lagi bahwa sebenarnya Pertamina mempunyai produk-produk yang tidak kalah kualitas dengan mereka, bahkan mungkin lebih baik. Tinggal bagaimana Pertamina dapat memperkenalkan dan meyakinkan konsumen untuk menggunakan produk tersebut. Tetap kreatif dan berinovasilah Pertamina!!!



Kolaborasi

Berkolaborasi merupakan salah satu strategi yang harus dikembangkan seperti penggunaan produk Pertamina oleh ATPM mobil (Agen Tunggal Pemegang Merek). Seperti ketika Pertamina Fastron Fully Sinthetic SAE 0W-50 API SM menjadi salah satu pelumas resmi atau yang direkomendasikan ATPM mobil mobil berkelas WRC (World Rally Championship) apalagi apalagi pelumas Fastron pernah menjadi juara pada balapan Formula 3 Asia tahun 2005. Hal tersebut akan menggenjot nama Pertamina di mata para pesaing dan konsumen dengan produk-produknya ang kompetitif.


Prestasi

Semakin banyak prestasi, semakin tinggi kepercayaan konsumen. Prestasi yang diraih Prima XP sebagai merek terbaik di Indonesia dalam hal kepuasan pelanggan dengan meraih penghargaan Indonesian Customer Satisfactions Award (ICSA) 2009 untuk kategori Minyak Pelumas Mobil akan banyak mengangkat nama Pertamina di mata konsumen terlebih di era perdagangan beba karena kepuasan pelanggan menjadi kekuatan dalam membangun image di mata konsumen.


Kualitas

Era yang semakin maju membuat orang semakin cerdas memilih, termasuk produk-produk minyak bumi dan hasil olahannya seperti bahan bakar, pelumas, dll. Pertamina sebagai pelaku di pasar harus mampu membuat produk yang kompetitif.


Melalui slogannya “Kerja Keras adalah Energi Kita”, Pertamina harus mampu membenahi segala kekurangan dan meningkatkan kualitasnya sehingga Pertamina bisa menjadi perusahaan kebanggan Indonesia dan mampu meraih harapannya menjadi National Oil and Gas Company (NOC) kelas dunia sesuai yang dicita-citakan.

Klik disini untuk melanjutkan »»
 
{nama-blog-anda} is proudly powered by Blogger.com | Template by Agus Ramadhani | o-om.com